Selasa, 12 November 2013

Dari The Outsider-nya Albert Camus



Sewaktu di toko buku, aku menemukan sebuah judul buku yang menarik. The Outsider. Dalam keseharian Outsider bukan kata yang kurang familiar buatku, semua ini bermuara dari grup band Superman Is Dead (SID) yang sangat terkenal disini. SID menamai fans mereka dengan nama ini, Outsider, secara umum (secara khusus mereka menamai fans perempuannya dengan sebutan Lady Rose). Semula ketika menemukan buku ini aku mengira ada kaitannya dengan band SID, tapi ternyata sama sekali tidak ada. Pengarangnya bernama Albert Camus. Aku beberapa kali sempat membaca nama ini dari twit beberapa akun twitter, yang aku golongkan mereka termasuk sophisticated,  yang aku ikuti. Albert Camus ini ternyata adalah seorang pemenang hadiah nobel di bidang sastra tahun 1957. Aku cukup penasaran dengan buku ini, terlebih dengan karya dari seorang pemenang nobel, kurang apalagi sih  indikator buku ini untuk sangat sayang untuk tidak dibaca? Aku pun membeli buku ini.

Dari judulnya, The Outsider (terjemahan disampulnya: Sang pemberontak, bahasa sederhanaku sendiri: seorang yang diluar kebiasaan umum), aku mulai mengira-ngira akan isinya. Apa yang menjadi pertentang dalam cerita buku ini, hal apa yang dilakukan si tokoh yang diluar kebiasaaan umum/tidak sejalan norma.

Tuan Meursault (tokoh utama dalam buku ini) tidak menangis ketika ibunya meninggal, ia cenderung menganggap itu hal yang wajar. Sehari setelah pemakaman ibunya, Tuan Meursault berkencan dengan teman wanitanya. Seolah-olah ia tidak dalam suasana duka karena baru saja kehilangan orang yang melahirkannya. Untuk Tuan Meursault, semua hal sangat masuk akal baginya. Namun ternyata tidak dengan pandangan orang lain kepadanya.

Suatu ketika Tuan Meursault menolong seorang yang baru dikenalnya. Menolong bukan untuk mengurangi beban orang tersebut, tapi menolong untuk membalaskan dendam. Raymond, nama orang itu. Raymond meminta Tuan Meursault menuliskan surat pancingan untuk ‘wanita piaraannya’ agak ia kembali dan meminta maaf. Tuan Meursault bukannya tidak mempertimbangkan, tapi dengan alasan Raymond telah berbuat baik kepadanya, memberinya makan malam, ia kerjakan saja permintaan Raymond. Surat jadi. Tak lama, rencana balas Raymond pun terlaksana. Tuan Meursault pada saat itu kebetulan juga ada disana menyaksikannya. Meskipun berurusan dengan polisi akhirnya, namun itu tidak panjang. Dan kemudian, Tuan Meursault dan Raymond menjadi sahabat baik.

Raymond pun suatu ketika mengajak Tuan Meursault menginap di chalet (terj. villa kecil) pinggir pantai milik temannya. Mereka berangkat naik bus bertiga. Raymond, Tuan Meursault, dan Marrie (kekasih tuan Meursault). Tapi ternyata, beberapa orang membuntuti mereka. Sesampai di chalet mereka segera akrab dengan sang pemilik, Masson dan istrinya. Ketika sehabis makan siang, Raymond, Tuan Meursault, dan Masson berjalan di pantai karena suruhan para wanita yang akan merapikan sisa-sisa makan siang. Datanglah tiga orang arab pada mereka. Orang-orang ini adalah yang membuntuti mereka di perjalanan. Kenapa orang-orang ini membuntuti mereka? Ini adalah imbas dari aksi balas dendam Raymond pada ‘wanita piaraannya’. Orang-orang Arab ini masih ada hubungan saudara dengan wanita tersebut.

Mereka berkelahi. Tiga lawan tiga. Tapi Tuan Meursault cs kalah melawan para Arab yang ternyata membawa pisau. Raymond terluka terkena pisau, tapi untungnya para Arab langsung pergi setelah itu.

Raymond dibawa berobat oleh Masson, segera setelah kembali ke chalet Raymond mengambil pistol dan pergi mencari para Arab tersebut. Dasar seorang temperamen, ia tak akan puas sebelum bisa balas dendam. Tuan Meursault berhasil mengejar Raymond, tepat ketika mereka kembali bertemu dengan para Arab. Tuan Meursault berhasil menyelamatkan para Arab yang sudah tidak berkutik melihat Raymond memegang pistol. Tuan Meursault berhasil membujuk Raymond untuk memberikan pistol itu padanya. Mereka pun pulang ke chalet.

Sesampai di chalet, Tuan Meursault berpikir untuk kembali menemui para Arab tadi untuk berbicara tentang masalah mereka. Sendirian ia kembali pada para Arab. Ternyata yang didapati juga hanya tinggal seorang Arab yang berbaring disana berjemur. Mereka berpandangan. Arab tersebut sepertinya tidak nyaman dengan kembalinya musuhnya. Ia menggertak. Tuan Meursault masih memegang pistol Raymond. Terpojok dan ia menembak. Arab itu mati dengan sekali tembakan. Lepas tembakan pertama, Tuan Meursault memikirkan sesuatu. Ia pun tidak sadar kemudian melepaskan tiga lagi tembakan ke badan yang telah tak bernyawa.

Tembakan-tembakannya sukses mengirim Tuan Mersault ke penjara. Kemudian drama pun dimulai di persidangannya. Ketika persidangan, Tuan Mersault adalah pusat atensi semua orang. Mereka  yang datang ada untuk menyaksikan persidangannya, bersaksi atas tindakkannya, membelanya, mendakwanya, menjaga persidangannya, memutuskan kasusnya, atau sekedar menunjukkan pada tuan Meursault bahwa ketika ia mengalami masalah mereka ada untuknya.

Sejenak Tuan Meursault bisa-bisanya merasa lega dengan semua perhatian yang ia dapatkan dengan cara tidak biasa tersebut. Tapi lama-lama energinya terkuras juga memikirkan bagaimana orang-orang di hidupnya memberikan pandangan/penilaian terhadap dirinya. Tuan Meursault seolah-olah menyaksikan kehidupannya dikuliti.

Ia yang tak seperti orang kebanyakan, ia yang tak menangis di pemakaman ibunya.
Ia yang tak seperti kebanyakan, ia yang berkencan pada saat seharusnya masih berduka.
Ia yang tak seperti kebanyakan, ia yang menolong orang berbuat hal yang tak baik.
Dan selanjutnya, dan selanjutnya...

Akhirnya, Tuan Meursault akan bertemu  guillotine. Dunia yang menghakiminya tidak lagi bersedia menerima orang yang berbeda sepertinya. Tuan Meursault akan dikirim ke kematian. Namun Tuan Mersault tidak menyesal itu, dalam hatinya ia tetap bahagia. Bukan karena bisa membunuh orang. Tapi karena ia menjadi dirinya, meyakini kebenaran yang dianutnya walau harus berhadapan dengan maut.

***

Menarik pelatuk adalah sebuah gerakan sederhana. Hanya menggerakkan sebuah jari telunjuk. Namun sebuah gerakan telunjuk bisa sangat berbahaya, tergantung apa yang kamu pegang, dan kemana arahnya. Jangan lupa emosimu. Tuan Mersault telah mencontohkan pada kita, bahkan dengan sebuah gerakan sederhana bisa membawa kita pada penghakiman orang-orang. Kita tidak pernah tahu apa yang orang lain pikirkan tentang kita, maka berhati-hatilah.

Dan inilah apa yang sang pengarang, Albert Camus, pesankan pada anda melalui ceritanya:
“Setiap manusia pada akhirnya harus bertanggung jawab akan segala keputusan dan pilihannya.”

Merci Monsieur Camus.

Minggu, 29 September 2013

Haruki Murakami



Aku mengenal nama Haruki Murakami dari twitter. Katanya, Murakami adalah seorang novelis asal Jepang yang menulis karya-karya yang bagus. Salah satu novelnya berjudul Norwegian Wood, sebuah judul yang sama dengan salah satu lagu grup band legendaris The Beatles. Sebelumnya, aku memang suka dengan hal-hal yang berkaitan dengan Jepang, aku suka dengan The Beatles, dan aku memang mempunyai minat yang cukup tinggi pada membaca, maka terpenuhilah syarat-syarat Haruki Murakami menjadi menarik untuk pikiranku.

Terdapat jeda yang cukup lama antara pertama kali aku mengenal nama Haruki Murakami hingga aku betul-betul bisa membaca salah satu novelnya. Memang begitu ia menjadi topik menarik di pikiranku, aku sudah cukup sering mencari-cari informasi tentang dia di internet, ataupun mencoba mencari novel-novelnya ketika sedang berada di toko buku. Namun, aku baru menemukan novelnya baru-baru ini.

Novel Haruki Murakami pertama yang kubaca adalah Norwegian Wood. Novel ini aku selesaikan membaca dalam rentang 4 hari. Sebuah waktu yang bisa dikatakan cukup singkat bagiku. Meskipun novel ini relatif tebal, tapi novel ini sungguh menarik sehingga aku tidak tahan untuk membiarkan novel itu tak terseleseikan dibaca. Meskipun judul novel ini hingga sekarang masih membuatku penasaran karena menurutku antara judul dan cerita di dalamnya, asosiasi antara Norwegian Wood dan kisah yang terjadi kurang kuat atau bisa dibilang kurang signifikan. Namun, hanya itu menurutku kekurangan yang ada pada novel itu. Sisanya yang kudapatkan adalah sebuah cerita yang unik yang menggambarkan hubungan antar manusia, kemesuman yang tergambar dengan indah, pengetahuan-pengetahuan baru, nilai-nilai kehidupan, dan yang terbaik yang kudapatkan dari novel ini adalah novel ini membuatku mampu lebih baik dalam memahami diri sendiri. Secara keseluruhan, aku menyimpulkan bahwa novel ini adalah sebuah karya yang istimewa dan akan selalu aku simpan dan rawat dengan baik bersama koleksi-koleksi bukuku yang lain.

Setelah menamatkan cerita Norwegian Wood, maka aku sudah tidak sabar ingin membaca karya-karya Haruki Murakami yang lain. Ya, kini Haruki Murakami sudah resmi menjadi seorang idola bagiku. Berhubung karya Haruki Murakami cukup banyak karena ia telah mulai berkarya sejak tahun 80’an, maka aku merasa akan mulai memburu satu demi satu karyanya untuk dikoleksi. Dari internet aku mengetahui reputasi dari karya-karya Haruki Murakami, pun dengan karya-karya tersebut telah membuatnya menerima berbagai penghargaan, bahkan namanya beberapa kali kerap di nominasikan sebagai penerima hadiah nobel bidang sastra. Haruki Murakami adalah seorang penulis besar, dan aku tidak akan melewatkan kesempatan untuk bisa membaca karya-karya masterpiece beliau.


Jumat, 12 Juli 2013

Forrest Gump


Ada sebuah adegan di film tenar Forrest Gump yang sangat saya suka,
Ketika itu, Forrest Gump pertama kali belajar bermain pingpong dan langsung mahir luarbiasa. Mungkin ia memang memiliki bakat terpendam disana. Forrest Gump bertemu pingpong ibaratnya seperti bebek bertemu air. Bebek, bahkan yang baru lahir, pasti tau caranya berenang bahkan dengan mahir. Belum pernah kan melihat bebek tenggelam?
Adegan di film itu meyakinkan saya kalau setiap manusia bertemu dengan bakat alaminya, pasti akan dengan mudah menjadi mahir/ahli. Bukankah menjadi mahir (expert) merupakan kunci sukses di jaman sekarang?
Beruntung sekali kalian atau orang-orang yang sudah kenal dan mengasah bakat alaminya, tapi masih banyak juga pastinya orang yang bisa dibilang 'belum kenal dirinya sendiri.'
Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana caranya kita tahu apa sebenarnya bakat alami yang kita miliki?
Apa ada yang tahu caranya? Mungkin bisa dibagi-bagi disini.
By the way, jangan coba tanya google ya, saran saya sih jangan pernah berhenti mencari. Don't stop, okay deal?

Rabu, 13 Maret 2013

Tentang Perjalanan di Jawa

Saya di bulan Februari kemarin sempat berjalan-jalan di di Pulau Jawa. Bersama dua orang sahabat, satu minggu penuh, dari tanggal 17 hingga 24, kami menapakkan kaki di tanah Jawa. Buat saya, perjalan kemarin adalah sekeping impian masa kecil saya yang sudah menjadi kenyataan.
Tidak lengkap rasanya buat saya jika momen berharga tersebut tidak saya taruh dalam bentuk tulisan pada blog ini. Ditengah usaha saya untuk mengejar tugas studi yang sempat terlupakan, saya akan coba menulis tentang apa yang saya dapatkan ketika jalan-jalan tersebut.
Secara garis besar, perjalanan saya dan teman waktu itu menyusur dari bagian timur ke barat Jawa, dengan tiga topik utama, tiga kota tempat persinggahan kami yaitu Surabaya, Jogjakarta, dan Bandung. Tapi setelah saya pikir-pikir kembali dari pulang jalan-jalan hingga kini, ada banyak momen yang menarik untuk dikenang dan diceritakan kembali. Maka dari itu saya akan coba menceritakan kembali dalam bahasa tulis saya. Semoga bisa.

bersama Oming, Bagus, dan kendaraan yang membawa kami jalan-jalan di Jawa. Eh...

yang bener, di suatu sudut kota Jogja




Senin, 28 Januari 2013

Sehari bersama Pak Habibie


Hari Sabtu tertanggal 26 Januari 2013 merupakan hari yang takkan terlupakan dalam hidup saya. Saya mengalami sebuah pengalaman luarbiasa di hari tersebut, saya bertemu dengan  Presiden ke-3 RI, BJ Habibie.

Semua berawal dari info yang dibagikan seorang teman di grup facebook, sebuah acara bernama Rossy Goes to Campus akan diselenggarakan dengan menghadirkan seorang pembicara yang sangat spesial yaitu Prof. Dr. Ing B.J. Habibie, seorang mantan Presiden Indonesia. Mendengar namanya saja saya sudah langsung tertarik, ditambah dengan acara ini yang tidak memungut biaya masuk alias gratis. Pun dengan ajakan beberapa teman untuk mengikuti acara ini bareng, maka segera setelah pendaftaran dibuka sayapun sudah punya tiket masuknya.

Ketika hari-H, saya sudah berada dilokasi acara kira-kira setengah jam sebelum acara dimulai. Walaupun dengan sepatu yang basah akibat kehujanan dijalan ketika menuju tempat acara berlangsung tapi itu bukan gangguan berarti bagi saya untuk melanjutkan acara. Kaki yang kedinginan dan ‘mengembang’ tidak ada apa-apanya dibandingkan sebuah momen berharga yang mungkin sekali seumur hidup.

Saya tak punya prasangka apa-apa ketika duduk menunggu acara dimulai, saya kira semuanya akan berjalan biasa. Ada pembawa acara, ada Pak Habibie, kami semua yang menonton mendengarkan dan terinspirasi, dan selesai. Saya kira begitu, awalnya. Tapi saya salah, saya dikejutkan dengan cara mbak Rossy (@RosiSilalahi) hadir ke panggung. Bergelantungan dengan flying fox dari lantai 3 gedung sampai ke panggung sambil menyapa penonton. Luarbiasa. Apalagi untuk ukuran seorang ibu yang sudah berkepala empat (walaupun nyatanya tampak sangat awet muda). Sangat out of the box.

Dan yang ditunggu-tunggu pun tiba, Pak Habibie datang dari belakang penonton. Dikawal oleh beberapa orang beliau berjalan membelah kerumunan penonton yang tentu saja langsung mengerumuni beliau entah minta salaman, foto, atau sekedar ingin melihat beliau dari dekat. Saya yang berada di tribun cuma bisa berdiri melihat beliau.

Sebelum mengetahui acara ini tak pernah terpikirkan saya akan bertemu seorang presiden, dan ketika beliau muncul sosoknya di depan saya pertama kali itu, sebuah perasaan yang luarbiasa saya rasakan.

Pak Habibie menceritakan banyak hal kala itu, dengan sebuah tema tentang “Cinta Tanpa Batas.”

Ketika Pak Habibie bicara tentang cinta, saya bisa sedikit menerka apa yang akan ada didalamnya. Tentu saja, sosok isterinya ibu (Alm.) Ainun. Dan benar saja, Pak Habibie menceritakan tentang bagaimana kisah cinta dengan pekerjaannya, dan dengan Ibu Ainun. Ternyata dibalik latarbelakangnya sebagai seorang teknokrat dan juga negarawan, Pak Habibie merupakan seorang yang sangat romantis. Kisah cintanya begitu menyentuh. Pantas saja ketika Pak Habibie kemudian diberi gelar Maha Guru Cinta oleh Pak Rektor.

Ibu Ainun merupakan cinta terbesar Pak Habibie. Ketika Ibu Ainun wafat, Pak Habibie menceritakan dirinya merasa sangat kehilangan. Di awal-awal kepergian Ibu, Pak Habibie sempat terjaga ditengah malam. Tanpa alas kaki dan hanya menggunakan baju tidur Pak Habibie berjalan-jalan berkeliling rumah sambil memanggil-manggil, “Ainun, Ainun,....” Pak Habibie mengigau dalam kerinduannya pada kekasihnya yang telah tiada.

Kehilangan isterinya, Pak Habibie mengalami gangguan psikologis. Banyak ahli dari Jerman maupun Indonesia yang mencoba mengembalikan kondisi Pak Habibie agar baik seperti semula. Tapi justru yang mengembalikan kondisi Pak Habibie adalah cintanya yang besar terhadap Ibu Ainun. Pak Habibie menuliskan kisah cintanya dengan Ibu untuk mengobati kesedihannya.

Ternyata apa yang Pak Habibie tuliskan bukan hanya sebuah cerita biasa, setelah jadi cerita itu merupakan sebuah cerita yang mampu menginspirasi dan mengajarkan tentang kekuatan cinta bagi semua orang. Akhirnya, cerita cinta beliaupun terbit dalam sebuah buku berjudul Habibie-Ainun. Buku itu bestseller di kemudian hari.

Tak cukup dengan buku, sebuah production house kemudian memfilmkan cerita cinta dari Pak Habibie. Film itu berjudul sama dengan bukunya.

Saya sempat sedikit kecewa pada saat acara. Beberapa orang yang beruntung mendapatkan buku Habibie-Ainun plus dengan tanda tangan langsung Pak Habibie. Saya sangat berharap, tapi sayang mungkin belum jodohnya. Relakan.

Sebuah pengalaman tak terlupakan seumur hidup lainnya pun menyapa saya kemudian, ketika presenter mengumumkan 100 orang yang mendapat kesempatan menonton film Habibie-Ainun satu bioskop dengan Pak Habibie, nama saya termasuk didalamnya. Terpampang dengan sangat lengkap dan jelas. Nama yang panjang, ditulis tanpa disingkat satu katapun plus huruf besar semua tentu tidak sulit ditemukan dan dikenali. Teman-teman saya yang saya ajak waktu itupun semua kebagian golden ticket tersebut.

Fast forward, saya pun sudah duduk satu bioskop dengan Pak Habibie menyaksikan film Habibie-Ainun. Saya mungkin tidak bisa menceritakan dengan jelas tentang film tersebut, tapi saya punya sebuah analogi. Jika kita sekarang menerjemahkan kisah cinta romantis Romeo & Juliet dalam cerita Indonesia, Habibie-Ainun merupakan padanan yang sangat tepat untuk itu.

Ada satu momen ditengah-tengah film ketika pikiran saya berhenti mencerna film dan berpikir tentang hari saya saat itu. Melihat kanan dan kiri saya ada teman-teman menemani, dan saya sedang satu bioskop dengan Presiden ke-3 RI. Saya merasa sangat bersyukur, mengalami pengalaman langka seperti itu walaupun tidak berkesempatan berinteraksi langsung, atau berfoto dengan Pak Habibie. Sebuah hari yang akan selalu ingat seumur hidup.

Saya mencoba merangkum apa yang saya alami hari itu, dan saya mendapatkan sebuah kata yang pas, Happy.